Pria kelahiran Sampang, Madura, itu menganggap kalau mereka yang menyebut pertemuan di PP Muhammadiyah sebagai upaya penggulingan, punya kekhawatiran berlebih. Dia mengungkapkan dalam pertemuan yang dihadiri Dien Syamsuddin, Taufiq Kiemas, Jusuf Kalla, Wiranto, Rizal Ramli, Marzuki Alie, Mubarok, Soetrisno Bachir, dan lainnya hanya bicara datar-datar saja. Hanya ada satu orang yang berpendapat agak keras, yakni Rizal Ramli.
Rizal Ramli, yang merupakan mantan Menteri Perekonomian di era Presiden Abdurahman Wahid, dalam pertemuan itu menyatakan kalau pemerintahan SBY telah gagal sehingga harus diganti. "Tapi itu kan pendapat pribadi. Bukan mewakili kita-kita yang datang saat itu," jelas Mahfud.
Wacana adanya upaya penggulingan pemerintah sebelumnya sempat ramai diperbincangkan. Soalnya selain pertemuan para tokoh nasional yang digelar di PP Muhammadiyah, dua hari kemudian sejumlah aktivis pemuda dan mahasiswa juga mengadakan pertemuan di lantai 8 Gedung Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Sejumlah aktivis dari IMM, PMKRI, LMND, PMII, BEM se-Indonesia, Petisi 28, dan sejumlah elemen mahasiswa lain yang hadir di PBNU memberikan pernyataan kalau pemerintahan SBY-Boediono telah gagal menjalankan roda pemerintahan. Karena itu mereka meminta pasangan yang beberapa hari ini genap bertugas selama satu tahun memimpin Indonesia untuk mundur.
Rangkaian pertemuan ini sempat membuat gusar Menteri Perekonomian yang juga Ketua Umum PAN Hatta Rajasa. Politisi berambut perak ini mengaku prihatin dengan gerakan-gerakan yang mewacanakan penggulingan pemerintahan saat ini. "Saya biasanya tidak banyak bicara politik. Tapi munculnya gerakan-gerakan ini mengusik saya dan saya prihatin," begitu kata Hatta.
Namun keprihatinan Hatta tentang adanya upaya penggulingan pemerintah diragukan Menko Polhukam Djoko Suyanto. "Memangnya ada yang mau menggulingkan pemerintah?" tanyanya saat dikonfirmasi detikcom. Alasan Djoko, sejauh ini pihaknya belum melihat ada gerakan-gerakan yang menuju kepada arah penggulingan pemerintahan. Lagi pula, katanya, pemerintah selalu membuka ruang bagi siapapun untuk kritisi kinerja pemerintahan.
Meski demikian Djoko meminta semua pihak yang tidak senang dengan pemerintah saat ini untuk melakukan langkah politik dengaan cara yang elegan serta berlandaskan hukum dan aturan. Dia menganggap tidak tepat bila ada pihak-pihak yang menginginkan atau memaksa tindakan-tindakan di luar mekanisme demokrasi dan hukum.
Kritikan terhadap kinerja pemerintah belakangan semakin menguat jelang satu tahun pemerintahan SBY-Boediono. Banyak kalangan menilai Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) Jilid II yang dipimpin SBY tidak bisa berbuat banyak dalam menjalankan roda pemerintahan. Bahkan pemerintahan dianggap jalan di tempat.
Haris Rusli, aktivis Petisi 28 kepada detikcom mengatakan, paling tidak ada 28 indikator kegagalan SBY dalam menjalankan pemerintahan. Yang paling menonjol adalah terpuruknya perekonomian nasional, kamtibmas, serta penegakan hukum. "Kami melihat kondisi negara sedang mengalami krisis. Pemerintahan tidak berjalan karena tersandera oleh kepentingan-kepentingan elit. Jadi tidak bisa bekerja untuk kepentingan rakyat," jelas Haris.
Sejumlah kasus penegakan hukum yang menjadi sorotan Petisi 28 adalah penanganan kasus korupsi. Selama ini penanganan kasus korupsi yang ditangani hanya untuk peningkatan citra belaka. Sementara penyelesaiannya tidak terlihat. Hal ini disinyalir lantaran adanya kesepakatan-kesepakatan di bawah tangan untuk menjaga orang-orang di lingkar istana yang tersangkut kasus korupsi.
Petisi 28 mencatat setidaknya ada belasan orang di lingkaran istana yang tersangkut kasus korupsi namun tidak pernah tersentuh hukum. Salah satunya adalah dugaan korupsi bailout Bank Century sebesar Rp 6,7 triliun yang diduga melibatkan Wapres Boediono dan Sri Mulyani.
Selain persoalan hukum, dalam sejumlah persoalan di masyarakat, SBY selaku pemimpin juga terkesan membiarkan masyarakat menyelesaikan persoalannya sendiri. Sebut saja peristiwa gempa di Wasior, kerusuhan di Tarakan, serta konflik antarumat beragama. SBY hanya turun ke masyarakat ketika nyawanya terancam, rumahnya akan dibom, atau kalau ingin curhat.
Persoalan-persoalan itu dianggap sangat berbahaya dan merangsang rakyat untuk turun tangan menyelesaikan masalah-masalah yang mereka hadapi. Jangan heran jika konflik-konflik yang terjadi di masyarakat berakhir dengan tindakan anarkis. Dan yang menjadi saasaran adalah aset-aset pemerintah.
Gerakan rakyat itulah, yang menurut Haris Rusli, yang kemungkinan akan menggulingkan pemerintah. Kondisi ini disebabkan rakyat sudah tidak percaya lagi dengan para pemimpinnya. "Jadi bukan kami(aktivis) yang ingin menggulingkan pemerintah. Tapi rakyat-lah yang akan melakukannya," jelas Haris.
Dia juga membantah kalau aksi-aksi yang akan dilakukan elemen-elemen mahasiswa dan pemuda, terkait dengan pertemuan tokoh-tokoh yang berkumpul di PP Muhammadiyah. Menurut Rusli, para tokoh-tokoh itu sama saja dengan elit-elit politik yang menjabat saat ini.
"Sebagai aktivis 1998 saya melihat tokoh-tokoh yang ada saat ini telah menyelewengkan perjuangan para reformis. Mereka membelokan reformasi demi kepentingan mereka masing-masing. Bukan kepentingan rakyat," tegasnya.
Itu sebabnya Haris menduga, munculnya isu penggulingan pemerintah itu sengaja dikemas untuk menaikan citra jelang evaluasi tahunan pemerintahan SBY-Boediono. Dengan isu penggulingan pemerintah tersebut masyarakat akhirnya terserap perhatiannya. Sedangkan kinerja pemerintah yang lemah akhirnya luput dari sorotan.
Buruknya kinerja memang disadari betul oleh pemerintah. Apalagi berdasarkan penilaian Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) beberapa waktu memberikan raport merah kepada sejumlah kementerian di KIB II. Karena buruknya kinerja di sejumlah kementerian isu reshuffle pun akhirnya merebak jelang evaluasi tahunan pemerintahan SBY-Boediono.
Namun menurut pengamat politik Burhanudin Muhtadi, pendongkrakan citra pemerintah dengan melempar isu penggulingan dianggap tidak tepat. Sebab masyarakat saat ini tidak mudah dibohongi dengan pegalihan isu-isu. Apalagi saat ini masyarakat sangat mudah mendapatkan informasi sehingga tahu apa yang sedang terjadi.
"Saat ini yang harus dilakukan SBY untuk meningkatkan citranya, adalah dengan menumbuhkan rasa kepercayaan masyarakat kepada pemerintahan serta meningkatkan kinerja," tegas Muhtadi.
(sumber: detik.com)
0 komentar:
Posting Komentar